DaerahNews

Konflik Warisan di Gowa Mengurung Lansia, Pemdes Ramanglasa Sibuk Berwacana

×

Konflik Warisan di Gowa Mengurung Lansia, Pemdes Ramanglasa Sibuk Berwacana

Sebarkan artikel ini
Konflik Warisan di Gowa Mengurung Lansia, Pemdes Ramanglasa Sibuk Berwacana
Keluarga Supardi saat memberikan keterangan terkait sengketa akses jalan di hadapan Pemerintah Desa Ramanglasa, Gowa.

Rapormerah.com – Seolah hidup di dalam penjara tanpa jeruji, seorang wanita lanjut usia di Dusun Bontosallang, Desa Ramanglasa, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, harus menjalani hari-harinya dengan cara menyelinap di balik rumpun bambu hanya untuk keluar rumah.

Bersama empat orang anaknya, ia terkurung di rumah sendiri—bukan oleh hukum, melainkan oleh darah dagingnya sendiri.

Akses menuju rumah mereka bukan lagi jalan, tapi menjadi tumpukan potongan bambu bekas dan sampah rumah tangga.

Sudah lebih dari dua bulan kondisi ini berlangsung. Bukan karena bencana alam, melainkan karena konflik warisan yang membusuk dalam diam dan berubah menjadi tindak balas dendam sosial.

“Sudah dua bulan lebih kami hidup begini. Setiap kali mau keluar rumah, saya harus menyelinap dibalik rumpun bambu. Sangat tidak manusiawi,” ujar Pandi, salah satu anak lansia tersebut, dengan mata berkaca-kaca saat ditemui di kediamannya.

Tanah tempat mereka berpijak adalah tanah warisan keluarga—surga kecil yang kini berubah menjadi tempat pengasingan. Nama seorang kerabat, Sattu Dg Sewang, disebut sebagai dalang di balik pemblokiran akses tersebut, dibantu lima saudaranya yang mengklaim tanah itu sebagai milik mereka sepenuhnya.

Menurut penuturan warga, sengketa ini sudah seperti luka lama yang terus digaruk. Namun yang jadi korban bukan pihak yang bertikai, melainkan sosok lemah yang seharusnya dilindungi: seorang nenek dan anak-anaknya yang hidup seadanya.

“Sudah beberapa hari jalan ke rumahnya ditutup. Kasihan, dia sampai tidak bisa lewat karena jalan dipenuhi bambu dan sampah,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya, Senin (8/7/2025).

Isu ini sempat menguap di media sosial, mengundang gelombang simpati publik. Namun di dunia nyata, nasib lansia tersebut masih menggantung.

Pemerintah Desa Ramanglasa, yang seharusnya jadi jembatan keadilan, justru tersandera oleh kebiasaan lama: berwacana tanpa langkah nyata.

Pjs. Kepala Desa Ramanglasa, Murhadi, mengakui telah menerima laporan warga dan langsung turun ke lokasi. Namun sejauh ini, yang dilakukan baru sebatas pengumpulan data dan rencana mediasi.

“Kami sudah terima laporan, dan saat ini sedang berupaya melakukan mediasi antar warga yang berselisih agar permasalahan ini segera selesai,” kata Murhadi.

Sayangnya, mediasi yang dijanjikan itu masih tersangkut pada prosedur administratif. Murhadi menyebut pihak desa masih harus menyempurnakan informasi dari konflik-konflik sebelumnya yang tercatat sejak 2021, 2023, dan 2025.

“Masing-masing pihak ini bertindak atas kemauan sendiri dan belum mengindahkan imbauan lisan dari pemerintah desa. Insya Allah kita berupaya cari solusi terbaik untuk semua pihak,” tambahnya.

Ia juga menyebut rencana untuk membuka pagar dan penghalang di area konflik, tapi lagi-lagi, itu masih dalam tahap “Insya Allah”—ungkapan yang di telinga korban terdengar seperti janji tanpa tenggat.

“Insya Allah kita upayakan untuk buka semua pagar itu di semua lokasi supaya tidak ada saling iri. Sambil kita carikan solusi sesuai ketentuan dan aturan yang ada,” pungkasnya.

Warga berharap, masalah ini tidak berakhir seperti cerita klasik di kampung-kampung—di mana orang kecil terus menunggu, dan pemerintah sibuk mencatat.

Sementara seorang ibu tua tetap harus menyelinap di antara semak dan bambu, sekadar merasakan dunia di luar pagar dendam keluarganya.

 

Editor : Raden
Follow rapormerah.com di google news