Rapormerah.com – Gerakan Mahasiswa Peduli Hukum Sulawesi Selatan (GMPH Sulsel) kembali turun ke jalan menyuarakan dugaan korupsi dalam proyek pembuatan Kapal Phinisi senilai Rp7,9 miliar oleh Dinas Pariwisata Kota Makassar.
Aksi ini berlangsung di dua titik, yakni di depan Kantor Dinas Pariwisata Kota Makassar dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel, Rabu (23/7/2025).
Mahasiswa menuding proyek yang berlokasi di kawasan Pantai Losari itu terkesan “masih disucikan” dari jerat hukum, meski indikasi kerugian negara dan aroma kongkalikong sudah mencuat sejak 2023.
“Aksi ini digelar sebagai bentuk desakan atas ketidakjelasan penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi yang telah mencuat sejak tahun 2023,” ujar Rian, Koordinator Aksi.
Menurut Rian, proyek tersebut seolah mendapat perlindungan istimewa karena hingga kini belum tersentuh proses hukum yang transparan.
Padahal, dugaan pelanggaran dalam pengelolaan anggaran pembuatan kapal itu dinilai berpotensi menimbulkan kerugian negara yang besar dan mencoreng kredibilitas pemerintahan daerah.
Saat mendatangi Dinas Pariwisata, massa aksi diterima oleh Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata, Safaruddin.
Safaruddin menyatakan bahwa proyek Kapal Phinisi telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Desember 2023, dan tidak ditemukan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terkait pelanggaran.
“Proyek tersebut sudah diaudit BPK. Tidak ditemukan adanya LHP terkait kasus ini baik di Polres, Polda, maupun Kejati Sulsel,” ujarnya.
Namun pernyataan tersebut justru memicu pertanyaan lebih besar, terutama setelah massa bergerak ke Kejati Sulsel.
Kasi Penkum Kejati Sulsel, Soetarmin, menyatakan bahwa lembaganya bahkan belum pernah menangani kasus ini.
“Kalau dari teman-teman ingin memasukkan laporan, kami persilakan. Namun kami tegaskan, sampai hari ini, tidak ada laporan ataupun proses penanganan kasus ini di Kejati,” terang Soetarmin.
Kontradiksi antara keterangan Dinas Pariwisata dan Kejati Sulsel inilah yang memperkuat kecurigaan GMPH Sulsel bahwa proyek tersebut sengaja “disucikan” dari proses hukum.
Dengan kata lain, ada indikasi kuat bahwa hukum tak berdaya atau sengaja dibungkam untuk melindungi oknum-oknum tertentu.
“Kami mendesak agar aparat penegak hukum, baik kepolisian maupun kejaksaan, segera membuka kembali investigasi terhadap proyek tersebut secara menyeluruh dan transparan,” lanjut Rian.
GMPH Sulsel juga menuntut BPK untuk membuka hasil audit secara terang-benderang agar publik tidak terus disesatkan oleh informasi yang saling bertolak belakang.
“Jika benar tidak ada masalah, maka semestinya tidak perlu ada yang ditutupi. Namun jika memang ada pelanggaran, maka siapa pun pelakunya harus bertanggung jawab di depan hukum,” tegas salah satu orator.
Mahasiswa memastikan akan terus mengawal kasus ini. Bagi mereka, penegakan hukum tidak boleh tunduk pada kepentingan, apalagi membiarkan proyek bermasalah tetap dianggap suci dan tak tersentuh.
Editor : Raden
Follow rapormerah.com di google news













