BeritaDaerah

Aset Pariwisata Terabaikan, Green Topejawa Coastal Jadi Contoh Buruk Pengelolaan Daerah

×

Aset Pariwisata Terabaikan, Green Topejawa Coastal Jadi Contoh Buruk Pengelolaan Daerah

Sebarkan artikel ini
Aset Pariwisata Terabaikan, Green Topejawa Coastal Jadi Contoh Buruk Pengelolaan Daerah
Aset Pariwisata Terabaikan, Green Topejawa Coastal Jadi Contoh Buruk Pengelolaan Daerah

Rapormerah.com – Kawasan wisata Green Topejawa Coastal yang seharusnya menjadi ikon pariwisata Kabupaten Takalar, kini mengalami nasib mengenaskan. Setelah direncanakan sebagai destinasi wisata unggulan, lokasi ini kini terbengkalai dan bahkan dijuluki sebagai “rumah hantu” oleh masyarakat setempat.

Minimnya perhatian dan perhatian dari pemerintah daerah membuat kawasan yang dulunya memiliki potensi besar ini kini hanya menjadi bayangan dari tujuan awalnya.

Kondisi yang semakin memprihatinkan ini mendapat sorotan dari berbagai pihak, termasuk Ketua Forum Koalisi Rakyat Bersatu (F-KRB), Muhammad Darwis.

Dalam keterangannya pada Rabu (5/2/2025), Darwis mengungkapkan kekecewaannya terhadap lambannya respons pemerintah. “Belum ada tindakan nyata. Sekarang tempat ini malah menjadi lokasi aktivitas ‘berlendir’ bagi pasangan muda-mudi kalau malam,” ujarnya.

Perubahan fungsi kawasan wisata ini menjadi masalah serius bagi masyarakat sekitar, yang berharap kawasan Green Topejawa Coastal dapat memberikan kontribusi ekonomi melalui sektor pariwisata.

Namun kenyataannya justru sebaliknya—tempat ini bukan hanya tidak mendatangkan pendapatan bagi daerah, tetapi juga malah menjadi sarang perbuatan asusila yang meresahkan warga.

Kekhawatiran semakin meningkat ketika masyarakat mulai menilai komitmen pemerintah daerah dalam mengelola aset ini.

Seorang tokoh masyarakat yang enggan menyebutkan namanya mengungkapkan kekhawatirannya, “Jika dibiarkan terlalu lama, bukan hanya nilai aset yang hilang, tetapi juga kesempatan masyarakat sekitar untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari sektor wisata,” bebernya

Selain masalah pengelolaan yang buruk, muncul dugaan adanya penyimpangan anggaran dalam pembangunan fasilitas di Green Topejawa Coastal.

Darwis mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kejaksaan Negeri Takalar untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap proyek-proyek terkait.

“Kami minta dilakukan audit secara menyeluruh. Banyak fasilitas seperti menara pandang dan delapan unit kios mengalami kerusakan bahkan sebelum digunakan. Proyek penimbunan yang didukung APBD juga masih manngkrak dan dilakukan tanpa papan proyek,” tegasnya.

Dengan tidak jelasnya anggaran pengelolaan, semakin kuat dugaan bahwa proyek ini hanya menjadi ajang untuk kepentingan pihak-pihak tertentu tanpa ada manfaat nyata bagi masyarakat Takalar.

Dulu, Pesisir Topejawa Hijau dirancang sebagai simbol pariwisata berkelanjutan yang diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian daerah.

Namun kini kawasan ini justru mencerminkan buruknya pengelolaan aset daerah yang terabaikan. Masyarakat berharap media dapat terus mengangkat isu ini untuk memberikan tekanan pada pihak-pihak terkait agar segera mengambil tindakan.

“Kami tidak ingin Green Topejawa Coastal menjadi contoh buruk pengelolaan daerah wisata. Harus ada tindakan nyata agar kawasan ini kembali berfungsi seperti tujuan semula,” pungkas Darwis.

Dengan kondisi yang semakin parah, masyarakat Takalar mendesak pemerintah daerah untuk segera turun tangan dan menyelamatkan Pesisir Green Topejawa.

Jika dibiarkan lebih lama, kawasan ini tidak hanya akan kehilangan nilai wisata, tetapi juga menjadi beban ekonomi yang semakin memberatkan daerah.

Akankah pemerintah segera mengambil tindakan atau membiarkan ikon wisata ini semakin hancur? Sampai berita ini ditulis, pihak terkait belum dapat dihubungi untuk memberikan keterangan lebih lanjut.

 

(Raden)