Nasional

Kapolda Sulsel Diduga Intimidasi Wartawan, Pengamat ISESS: Kapolri Harus Bertindak

×

Kapolda Sulsel Diduga Intimidasi Wartawan, Pengamat ISESS: Kapolri Harus Bertindak

Sebarkan artikel ini
Kapolda Sulsel Diduga Intimidasi Wartawan, Pengamat ISESS: Kapolri Harus Bertindak
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto (Foto Instagram)

Rapormerah.com – Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk segera menegur Kapolda Sulsel, Irjen Pol Andi Rian R Djajadi.

Teguran ini terkait dugaan intimidasi terhadap wartawan yang memberitakan kasus pungutan liar (pungli) di Polres Bone.

Bambang menilai bahwa pemanggilan oleh Kadiv Propam Polri, Irjen Pol Abdul Karim, belum cukup efektif karena keduanya memiliki pangkat yang sama, yakni bintang dua.

Oleh karena itu, menurut Bambang, tindakan tegas dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit diperlukan agar masalah ini bisa diselesaikan secara lebih efektif.

“Yang bisa dilakukan hanyalah mendorong Kapolri untuk melakukan teguran pada oknum Kapolda yang melakukan intimidasi dan tidak mengindahkan Undang-Undang (UU) Pers,” ujar Bambang Rukminto saat diwawancarai di Jakarta, Senin (16/9/2024).

Selain itu, baru-baru ini Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, juga telah melayangkan surat klarifikasi kepada Irjen Andi Rian.

Namun, surat tersebut tidak direspons oleh Kapolda Sulsel tersebut. Sikap ini, menurut Bambang, semakin memperkuat pentingnya peran Kapolri untuk turun tangan.

Langkah ini dinilai penting karena jika Kapolri tidak bertindak, Bambang khawatir hal ini akan berdampak buruk terhadap citra dan kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri.

Kapolri, lanjutnya, dapat dianggap melindungi rekan satu angkatan jika tidak menindak tegas dugaan tersebut.

“Diawali dari semakin menurunnya kepercayaan kepada institusi, berlanjut ketidakpercayaan pada penegakan hukum. Organisasi yang profesional tentunya tidak didasarkan ‘perkoncoan’, tetapi dibangun melalui penegakan peraturan secara konsisten,” tegas Bambang.

Lebih jauh, Bambang menekankan bahwa jika publik kehilangan kepercayaan pada penegakan hukum, hal itu bisa mengarah pada kegagalan negara.

“Jika negara gagal, artinya negara tidak lagi mampu mengikat unsur-unsur negara dengan hukum. Jika diteruskan, ini bisa mengarah pada disintegrasi dan kelemahan negara,” pungkasnya.

 

 

(RLS/RD)