Rapormerah.com – Sejumlah hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Sulawesi Selatan, menggelar aksi mogok kerja massal.
Mogok kerja massal ini berlangsung selama lima hari, mulai Senin (7/10/2024) hingga Jumat (11/10/2024), sebagai bentuk protes terhadap ketidakadilan dan minimnya kesejahteraan hakim.
Aksi ini menjadi sorotan publik, terutama karena para hakim yang seharusnya menjadi penjaga keadilan, kini justru turun tangan untuk menuntut hak-hak mereka yang selama ini terabaikan.
Humas PN Makassar, Sibali, mengatakan bahwa aksi mogok ini dilakukan oleh Solidaritas Hakim Indonesia sebagai reaksi atas kondisi yang mereka hadapi selama bertahun-tahun.
Ia menjelaskan bahwa sejak tahun 2012, kesejahteraan hakim tidak mengalami perubahan signifikan, meskipun mereka menjalankan tugas yang berisiko tinggi.
“Kami adalah ujung tombak dalam menegakkan hukum dan keadilan, namun kesejahteraan kami terabaikan. Hakim-hakim yang bertugas di pelosok atau pulau terpencil harus menghadapi risiko besar, tetapi tidak ada perhatian yang layak dari pemerintah,” ujar Sibali kepada wartawan, Senin (7/10/2024).
Sibali juga menambahkan bahwa aksi ini merupakan upaya untuk mendesak pemerintah segera merevisi peraturan terkait kesejahteraan hakim, termasuk Peraturan Pemerintah (PP) No. 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim.
Revisi tersebut dinilai penting untuk menyesuaikan dengan kondisi ekonomi saat ini dan tanggung jawab profesi hakim yang sangat berat.
“Kami berharap pemerintah segera mengambil tindakan konkret untuk memperbaiki kesejahteraan para hakim, terutama yang berkaitan dengan gaji pokok dan tunjangan.
Selain itu, kami juga meminta fasilitas yang layak, termasuk perumahan, transportasi, dan kesehatan bagi hakim yang ditempatkan di daerah-daerah terpencil,” tambahnya.
Aksi mogok kerja ini berdampak pada penundaan lebih dari 100 agenda sidang. Namun, Hakim PN Makassar, Johnicol Richard Frans Sine, menegaskan bahwa sidang untuk kasus-kasus penting yang terkait dengan masa penahanan tetap diprioritaskan.
Ia juga menyampaikan bahwa aksi mogok ini tidak akan berdampak signifikan terhadap pelayanan publik karena aktivitas di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) tetap berjalan seperti biasa.
“Kami masih memprioritaskan perkara-perkara yang penting, terutama yang terkait dengan masa penahanan yang sudah mepet. Jadi, meski ada penundaan, masyarakat pencari keadilan tidak perlu khawatir,” kata Johnicol.
Johnicol menegaskan bahwa mogok ini juga didasari kekecewaan terhadap pemerintah yang tidak menindaklanjuti putusan hak uji materiil yang telah memerintahkan revisi PP No. 94 Tahun 2012.
Hakim-hakim merasa telah terlalu lama menunggu perhatian dari pemerintah, sementara risiko pekerjaan mereka semakin tinggi.
“Kami adalah ayam jantan dari timur, yang siap berjuang demi keadilan. Namun, kami juga manusia yang butuh kesejahteraan dan perlindungan yang layak. Kami tidak akan tinggal diam sampai pemerintah memberi perhatian pada nasib kami,” tegasnya.
Selain itu, Johnicol juga menyoroti pentingnya perlindungan keamanan bagi hakim yang sering kali menjadi sasaran teror dan intimidasi dalam menjalankan tugas mereka.
Meski ancaman tersebut sudah dianggap biasa, hakim tetap mendesak pemerintah untuk segera memberikan perlindungan yang lebih baik.
“Teror, ancaman, dan intimidasi sudah menjadi bagian dari pekerjaan kami. Tapi bagaimana pemerintah bisa menepati janjinya untuk melindungi kami? Hakim butuh jaminan keamanan dalam menjalankan tugas mereka,” pungkasnya.
Editor : Raden