Rapormerah.com – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengerahkan 400.000 tentara cadangan dalam eskalasi terbaru di Gaza, memicu kekhawatiran akan pecahnya perang besar.
Langkah ini dilakukan di tengah tekanan dari kelompok sayap kanan dalam pemerintahannya yang menentang gencatan senjata dan mendesak operasi militer lebih lanjut.
Menurut Luciano Zaccara, profesor politik Teluk di Universitas Qatar, Netanyahu sedang memainkan strategi politik yang berbahaya.
“Dia mencoba menyalahkan Hamas atas gagalnya perpanjangan gencatan senjata, sementara Hamas justru menuntut Israel agar mematuhi kesepakatan tersebut,” ujarnya kepada Al Jazeera.
Sementara itu, Amerika Serikat memberikan sinyal yang beragam terhadap konflik ini. Di satu sisi, Washington menyatakan ingin mengakhiri perang, tetapi di sisi lain, tetap memberi Netanyahu ruang untuk melanjutkan serangan jika dianggap sebagai cara terbaik untuk menumpas Hamas.
Langkah Israel ini dikonfirmasi oleh Anadolu Agency, yang melaporkan bahwa pemerintah Netanyahu telah menyetujui RUU untuk menambah jumlah tentara cadangan hingga 400.000 orang pada 29 Mei.
Peningkatan jumlah pasukan ini dilakukan seiring ketidakpastian negosiasi tahap kedua gencatan senjata dan pertukaran tahanan.
Saluran berita Israel, Channel 14, mengungkapkan bahwa keputusan ini diambil karena Israel menghadapi kesulitan dalam merekrut personel untuk operasi militer yang berkepanjangan.
Fase pertama gencatan senjata yang berlaku sejak 19 Januari telah berakhir, tetapi Israel masih menolak untuk memasuki tahap selanjutnya yang mencakup penarikan pasukan dari Gaza.
Di sisi lain, Hamas menolak tuntutan Israel yang berusaha memperpanjang fase pertukaran tahanan tanpa menawarkan konsesi nyata.
Kelompok perlawanan Palestina itu menegaskan bahwa gencatan senjata hanya bisa berlanjut jika Israel setuju untuk menarik pasukannya dan menghentikan serangan sepenuhnya.
Konflik berkepanjangan ini telah menyebabkan lebih dari 48.380 korban jiwa di Gaza, mayoritas di antaranya adalah wanita dan anak-anak.
Serangan Israel telah menghancurkan sebagian besar wilayah, meninggalkan ribuan warga dalam kondisi yang mengenaskan.
Secara internasional, tekanan terhadap Israel semakin meningkat. Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang.
Selain itu, Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional atas agresinya di Gaza.
Dengan mobilisasi besar-besaran ini, Israel tampaknya memilih jalur konfrontasi, sementara dunia menanti apakah tekanan global dapat mencegah perang lebih lanjut atau justru membiarkan konflik ini semakin membara.
Editor : Raden
Follow Berita rapormerah.com di news.google.com