Rapormerah.com – Dugaan praktik suap dalam aktivitas tambang ilegal di Dusun Tamangesang, Desa Botolempangan, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, semakin santer terdengar.
Meski telah lama beroperasi tanpa izin, tambang ini seolah tak tersentuh hukum, memunculkan spekulasi adanya aliran dana ke oknum aparat agar aktivitas ilegal tersebut tetap berjalan.
Publik pun bertanya-tanya, mengapa aparat penegak hukum terkesan diam dan tidak mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran yang terjadi secara terang-terangan?
Hasil investigasi tim matajurnalisnews.com jaringan zonafaktualnews.com pada Jumat (7/3/2025) mengungkap bahwa tambang ini dikelola oleh CV Cahaya Maemba, yang dimiliki oleh pengusaha asal Jakarta berinisial R.
Meski diduga ilegal, aktivitas pertambangan tetap berlangsung, bahkan sempat mendapat perhatian aparat.
“Ada beberapa lokasi tambang di sini, Pak, tapi soal izin, saya tidak tahu ada atau tidak,” ujar seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya.
Ia juga mengungkapkan bahwa sehari sebelumnya, dua alat berat di lokasi ini sempat diberhentikan oleh petugas.
“Infonya, katanya dari Polres Maros, kunci alat berat (ekskavator) diambil, Pak,” tegasnya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Maros Iptu Aditya Pandu membantah adanya penyitaan kunci alat berat di lokasi tambang.
“Tidak ada anggota kami yang melakukan penyitaan kunci. Kalau pun ada, tentu alat beratnya juga kami sita. Informasi itu tidak benar,” katanya.
Ketika ditanya soal dugaan adanya setoran dari pemilik tambang ke aparat penegak hukum, Iptu Aditya Pandu tampak berang.
“Untuk setoran, sama sekali tidak ada! Pertemukan saya dengan orang yang memberikan informasi itu,” ujarnya dengan nada tegas.
Di sisi lain, pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulsel masih bungkam tanpa tanggapan.
Padahal, dalam Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), pelaku tambang ilegal dapat dijerat dengan hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
Adapun dampak dari aktivitas tambang ini semakin dirasakan warga sekitar. Truk-truk pengangkut hasil galian C menyebabkan polusi udara, memperburuk kondisi jalan, dan merusak lingkungan sekitar.
Hingga kini, masyarakat masih menanti langkah tegas aparat untuk mengusut dugaan suap dan pelanggaran hukum ini sebelum dampaknya semakin meluas.
Editor : Raden
Follow Berita rapormerah.com di news.google.com